Beranda | Artikel
Belajar Bahasa Arab [17-18]
Kamis, 20 Oktober 2016

Belajar Bahasa Arab [17]

Program Belajar Kaidah Bahasa Arab 1 Bulan

Bismillah. Alhamdulillah pada kesempatan ini kita bisa bertemu kembali dalam pelajaran bahasa arab jarak jauh, pada bagian sebelumnya sudah dibahas mengenai tawaabi’; yaitu isim-isim yang dibaca mengikuti i’rob isim yang diikuti (matbu’-nya). Tawaabi’ itu ada empat macam; na’at atau shifat, ‘athaf, taukid, dan badal. Pada kesempatan sebelumnya sudah dibahas seputar na’at dan ‘athaf. Kali ini kita akan melanjutkan tentang taukid dan badal.

Taukid artinya penegas. Fungsi dari taukid ini adalah mempertegas kata sebelumnya. Misalnya ‘kharaja zaidun zaidun’ artinya ‘telah keluar zaid, zaid’. Di dalam contoh kalimat ini kata ‘zaid’ yang kedua dibaca marfu’ sebagai taukid bagi kata ‘zaid’ yang pertama. Fungsinya menegaskan, bahwa yang keluar adalah benar-benar zaid. Oleh sebab itu tidak boleh dibaca ‘kharaja zaidun zaidan’ atau ‘kharaja zaidun zaidin’; yang benar ‘kharaja zaidun zaidun’.

Contoh lain adalah kalimat berbunyi ‘raja’al mujahiduuna kulluhum’ artinya ‘telah kembali para mujahid semuanya’. Di sini kata ‘kullu’ artinya ‘semua’ menjadi penegas atau taukid bagi kata ‘al-mujahiduuna’; karena ‘al-mujahiduuna’ dibaca marfu’ maka taukidnya juga marfu’. Sehingga dibaca menjadi ‘kulluhum’ bukan ‘kullahum’ atau ‘kullihim’. Intinya taukid mengikuti i’rob kata yang ditegaskan atau mu’akkad-nya.

Taukid yang pertama berupa pengulangan kata yang sama; ini disebut dengan istilah taukid lafzhi. Adapun taukid jenis kedua berupa penggunaan kata khusus seperti ‘kullu’ ini dinamakan dengan istilah taukid ma’nawi.

Kemudian, yang dimaksud dengan badal atau pengganti itu adalah isim yang disebutkan setelah sesuatu yang digantikan atau dibadali. Misalnya dalam ungkapan ‘al-Ustadz Ahmad’ di sini kata Ahmad merupakan badal/pengganti dari kata al-ustadz. Bacaan badal tergantung pada bacaan atau i’rob dari kata yang sebelumnya atau yang dibadali. Apabila kata sebelumnya marfu’ maka badal-nya juga marfu’, demikian pula jika manshub atau majrur.

Misalnya dalam kalimat ‘dzahaba al-ustadzu shoolihun’ artinya ‘telah pergi ustadz Sholih’. Di sini kata ‘sholih’ merupakan badal atau pengganti dari kata al-ustadz. Karena al-ustadz sebagai fa’il atau pelaku maka ia pun dibaca marfu’. Dengan begitu isim yang menjadi badal-nya juga dibaca marfu’; yaitu dibaca ‘shoolihun’, bukan ‘shoolihan’ atau ‘shoolihin’. Intinya badal mengikuti kata yang sebelumnya dalam hal i’rob.

Badal semacam ini dimana kata yang dibadali sama dengan badal-nya disebut dengan istilah badal kulli minal kulli; yaitu badal secara keseluruhan. Ada pula jenis badal lainnya dimana badal-nya tidak sama persis dengan kata yang dibadali. Misalnya dalam kalimat ‘dzahabal qaumu ba’dhuhum’ artinya ‘telah pergi kaum itu sebagiannya’. Di sini kata ‘ba’dhu’ dibaca marfu’ dengan akhiran dhommah karena ia sebagai badal dari kata ‘al-qaumu’.

Badal seperti ini dinamakan badal ba’dhi minal kulli; yaitu badalnya menggantikan sebagian dari kata sebelumnya. Intinya, badal harus dibaca mengikuti kata yang sebelumnya. Oleh sebab itu tidak boleh dibaca menjadi ‘dzahabal qaumu ba’dhahum’ atau ‘dzahabal qaumu ba’dhihim’ yang betul adalah dibaca ‘dzahabal qaumu ba’dhuhum’ dalam keadaan marfu’.

Demikian materi yang dapat kami sajikan dalam kesempatan yang singkat ini. Mudah-mudahan bisa menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita. Wallahul muwaffiq.

Unduh materi dari sini : belajar-17

14718686_1803714443177090_1758038350701659065_n

Belajar Bahasa Arab [18]

Program Belajar Kaidah Bahasa Arab 1 Bulan

Bismillah. Alhamdulillah kita bertemu kembali dalam pelajaran kaidah bahasa arab. Pada bagian sebelumnya telah dibahas mengenai tawaabi’. Insya Allah pada bagian ini akan dijelaskan seputar i’rob pada fi’il. Adapun i’rob pada isim sudah kita bahas pada bagian-bagian sebelumnya.

Sedikit mengulang tentang i’rob. Bahwa i’rob adalah perubahan keadaan akhir kata disebabkan faktor yang mempengaruhinya. Pada isim ada tiga macam keadaan i’rob; yaitu rofa’, nashob, dan jar. Oleh sebab itu kita mengenal ada isim yang marfu’, manshub, dan majrur. Mengapa isim dibaca marfu’, manshub, dan majrur sudah dibahas pada pelajaran-pelajaran sebelumnya.

Pada fi’il atau kata kerja ada tiga macam i’rob; yaitu rofa’, nashob, dan jazem. Tanda rofa’ berupa harokat dhommah di akhir kata atau tanda lain yang menggantikannya. Tanda nashob berupa harokat fat-hah atau tanda lain yang menggantikannya. Adapun tanda jazem adalah sukun atau tanda lain yang menggantikannya.

Misalnya kata ‘yaktubu’ artinya ‘sedang menulis’. Ini adalah bentuk fi’il mudhori’ yaitu kata kerja yang menunjukkan kejadian di waktu sekarang. Fi’il mudhori’ ini bisa mengalami perubahan keadaaan akhir kata. Ia bisa dibaca manjdi ‘yaktuba’ apabila dimasuki oleh kata ‘lan’ artinya ‘tidak akan’. Sehingga kalimatnya menjadi ‘lan yaktuba’. Di sini kata ‘yaktuba’ berubah harokat akhirnya menjadi fat-hah atau manshub. Nah, kata ‘lan’ ini disebut dengan alat penashob.

Apabila kata ‘yaktubu’ ini tidak dimasuki alat penashob maka ia dibaca marfu’ dengan tanda dhommah di akhir kata ‘yaktubu’. Hal ini menunjukkan bahwa fi’il mudhori’ ini pada asalnya adalah marfu’ kecuali jika ada sebab yang membuat dia manshub atau majzum. Contoh yang majzum adalah apabila kata ‘yaktubu’ dimasuki oleh kata ‘lam’ artinya ‘tidak’.

Kalimatnya akan berubah menjadi ‘lam yaktub’ artinya ‘tidak menulis’. Di sini kata ‘yaktub’ menjadi disukun atau majzum. Mengapa dia majzum? Karena ia dimasuki oleh alat penjazem yaitu kata ‘lam’. Kata-kata yang menyebabkan majzum disebut dengan istilah alat penjazem. Contoh lainnya adalah kata ‘laa’ yang artinya ‘jangan’. Ini adalah salah satu bentuk alat penjazem. Apabila ada fi’il mudhori’ yang dimasuki kata ‘laa’ (jangan) maka ia berubah menjadi majzum.

Misalnya dalam hadits ‘laa taghdhab’ artinya ‘jangan marah’. Asalnya adalah kata ‘taghdhabu’ artinya ‘kamu marah’ dalam keadaan marfu’ dengan akhiran dhommah. Karena ia dimasuki oleh kata ‘laa’ yang artinya ‘jangan’ maka ia pun menjadi majzum dengan tanda sukun di akhir kata; ‘laa taghdhab’ artinya ‘jangan marah’. Kata ‘laa’ semacam ini disebut dengan laa nahiyah (laa yang bermakna larangan). Laa nahiyah termasuk kelompok alat-alat penjazem.

Dari pembahasan ini bisa kita simpulkan bahwasanya apabila fi’il mudhori’ dimasuki oleh alat penashob ia berubah menjadi manshub. Tanda dasar manshub itu adalah diakhiri fat-hah. Jadi yang tadinya dhommah berubah menjadi fat-hah. Adapun apabila fi’il itu dimasuki oleh alat penjazem ia berubah menjadi majzum. Tanda dasar majzum adalah diakhiri sukun. Inilah tiga macam variasi i’rob pada fi’il; marfu’, manshub, dan majzum. Semoga bisa dipahami.

Demikian materi yang bisa kami sajikan dalam kesempatan yang singkat ini. Semoga Allah berikan kepada kita tambahan ilmu dan taufik kepada kebaikan. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/belajar-bahasa-arab-17-18/